PROKAL.CO, SAMARINDA – Pasangan suami-istri (pasutri) kini marak terlibat aksi kejahatan. Mulai perampokan, teror bom, hingga bisnis narkotika. Matahari sudah di barat, ketika Normayunita (27) dan suaminya, Zulkifli (48), berjalan gontai menuju motor yang parkir di tepi jalan kompleks Alaya, Kelurahan Temindung Permai, Kecamatan Sungai Pinang, kemarin (25/5).
Mereka tak sadar, keduanya masuk dalam pantauan petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kaltim. Kabid Pemberantasan BNN Kaltim AKBP Halomoan Tampubolon bercerita, Norma (sapaan akrab Normayati) adalah salah satu jaringan pengedar narkoba di Kutai Barat (Kubar). “Kami dapat informasi ada barang haram di TKP (tempat kejadian perkara) dan terkubur dalam tanah,” sebut perwira melati dua tersebut.
Dari informasi itu, polisi lantas bergegas ke kawasan perumahan elite Kota Tepian tersebut. Keduanya terlihat gugup saat petugas BNN yang menyamar menjadi warga sipil mendekat. “Narkoba yang sebelumnya terkubur dan tersimpan di dalam kotak teh langsung dibuang,” jelasnya.
Tak ingin kehilangan target, petugas lantas mengeluarkan peringatan, agar keduanya diam di tempat. Badan pun diperiksa, namun petugas hanya mendapati dua handphone (HP) yang digunakan pasutri itu untuk berkomunikasi dengan sang bandar narkoba.
Ternyata benar, bungkusan teh yang dibuang tak jauh dari lokasi penangkapan itu berisi satu paket ukuran sedang seberat 51,28 gram. “Saya enggak tahu, Pak. Benar nah,” rengeknya. Namun, dari ponselnya petugas menemukan ada transaksi antara Norma dengan seorang bandar, begitu pun di ponsel suaminya. Tampubolon menduga, ada jaringan khusus yang mengendalikan pasutri tersebut. “Informasinya, barang ini mau dibawa ke Kubar untuk diedarkan di sana,” jelasnya.
Terkait metode bandar narkoba bekerja, perwira yang pernah menjabat sebagai kasat Sabhara Polresta Samarinda itu menjelaskan, banyak pelaku bisnis haram kristal mematikan itu menggunakan “sistem jejak”. “Jadi transaksinya juga tak jelas, dan ketika ada penangkapan, kabarnya dengan cepat menyebar,” tegas Tampu.
Lanjut dia, bicara sabu-sabu, masyarakat Samarinda sebenarnya sudah bosan. “Tapi kalau kami tak bergerak, mereka bakal merajalela,” sambungnya. (*/dra/iza/kri/k9)PROKAL.CO, SAMARINDA – Pasangan suami-istri (pasutri) kini marak terlibat aksi kejahatan. Mulai perampokan, teror bom, hingga bisnis narkotika. Matahari sudah di barat, ketika Normayunita (27) dan suaminya, Zulkifli (48), berjalan gontai menuju motor yang parkir di tepi jalan kompleks Alaya, Kelurahan Temindung Permai, Kecamatan Sungai Pinang, kemarin (25/5).
Mereka tak sadar, keduanya masuk dalam pantauan petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kaltim. Kabid Pemberantasan BNN Kaltim AKBP Halomoan Tampubolon bercerita, Norma (sapaan akrab Normayati) adalah salah satu jaringan pengedar narkoba di Kutai Barat (Kubar). “Kami dapat informasi ada barang haram di TKP (tempat kejadian perkara) dan terkubur dalam tanah,” sebut perwira melati dua tersebut.
Dari informasi itu, polisi lantas bergegas ke kawasan perumahan elite Kota Tepian tersebut. Keduanya terlihat gugup saat petugas BNN yang menyamar menjadi warga sipil mendekat. “Narkoba yang sebelumnya terkubur dan tersimpan di dalam kotak teh langsung dibuang,” jelasnya.
Tak ingin kehilangan target, petugas lantas mengeluarkan peringatan, agar keduanya diam di tempat. Badan pun diperiksa, namun petugas hanya mendapati dua handphone (HP) yang digunakan pasutri itu untuk berkomunikasi dengan sang bandar narkoba.
Ternyata benar, bungkusan teh yang dibuang tak jauh dari lokasi penangkapan itu berisi satu paket ukuran sedang seberat 51,28 gram. “Saya enggak tahu, Pak. Benar nah,” rengeknya. Namun, dari ponselnya petugas menemukan ada transaksi antara Norma dengan seorang bandar, begitu pun di ponsel suaminya. Tampubolon menduga, ada jaringan khusus yang mengendalikan pasutri tersebut. “Informasinya, barang ini mau dibawa ke Kubar untuk diedarkan di sana,” jelasnya.
Terkait metode bandar narkoba bekerja, perwira yang pernah menjabat sebagai kasat Sabhara Polresta Samarinda itu menjelaskan, banyak pelaku bisnis haram kristal mematikan itu menggunakan “sistem jejak”. “Jadi transaksinya juga tak jelas, dan ketika ada penangkapan, kabarnya dengan cepat menyebar,” tegas Tampu.
Lanjut dia, bicara sabu-sabu, masyarakat Samarinda sebenarnya sudah bosan. “Tapi kalau kami tak bergerak, mereka bakal merajalela,” sambungnya. (*/dra/iza/kri/k9)